Thursday, January 16, 2020

TERANGKATNYA MUSTIKA SAFIR AFRIKA 2

Hampir semua hidangan para dayang disantap tiada sisa. Nampaknya dimalam itu semua dalam keadaan lapar. 
Udura malam dingin menusuk membuat perut para Pendekar berirama layaknya music orchestra.
Tiada lama berselang Empu Ali mengeluarkan beberapa buah durian sebagai hidangan penutup pada malam itu.
Cekzu nampak merobah posisi siaga mengarah pada  buah menahan gejolak asmara membara pada sang buah tetapi rasa enggannya menahannya untuk membelahnya.  Begitupun Cikdang yg tidak jauh beda dg Cekzul  anak didik Empu Ali.
Nampak dengan cekatan Pendekar Hamka mengeluarkan keahliannya dalam membelah duren... PLAK...pLakkk...Plaaak...!!! Duren langsung terbelah tanpa mencederai buah yang ada didalam dan masih nampak bercahaya memancarkan kilaunya yang kuning keemasan dengan daging buah yang tebal dan biji yang kecil. "Wow, durian tembaga" teriak Cekzul.  Lalu dengan sigap jemarinya bergerak cepat tiada hambatan dan berhasil tiga ruang jari terisi durian itu. Lap....lap....lap.... misi selesai.
Cikdang, Empu Ali menyusul pada ruang ke dua durian-durian itu. Sementara Pendekar Suku hanya menatap mereka yang menikmati buah tersebut.

Ringkas cerita selesai perjamuan itu Si Elang dan Cekzu melanjukan perjalan ke kediaman Si Elang. Cekzul dan si Elang menunggangi tunggangan mereka masing-masing.  Ringkikan si hitam memecah heningnya malam itu, irama musik hasil hentakan kakinya mengiri perjalanan malam itu .
Elang nampak berada didepan, sesekali ia menoleh kekiri dan kekanan memperhatikan sekeliling yang nampak mencekam. "Cekzu, Waspadalah!". Teriak Si Elang. "Gelap ini bukanlah gelap biasa yang mati karna putaran bumi Cekzu". Lanjutnya.
Dengan penuh kewaspadaan mereka berdua berjalan diatas tunggangannya dengan waspada menerobos sang gelap, merobek jantung sang pekat.
Tiba ditepian sungai nampak jembatan lengkung kayu reot nampak menyambut kedatangan mereka. Beberapa lembar papan alas nampak rapuh dan patah menambah kecemasan dan memompa andrenalin  menyulut jantung berdebar tak beratur.
Rikikan Si Hitam seakan memberi isyarat  bahwa ada medan magnet negatif, aroma mistis terasa sangat kental. Diujung jembatan reot kabut asap tebal membatasi pandangan.

Si Elang lebih dulu meniti jembatan itu

......Hoaaaamzz... .ntar sambung lagi........