Tuesday, December 14, 2010

Mengenang PAPAku


Mengenang PAPAku
Arsan bin umar baki bin aji akib bin semadum bin sajab

Papa itu seorang pekerja keras,
Anak yang berbakti buat orang tuanya,
Kakak yang baik buat saudara-saudaranya,
Suami yang baik bagi istrinya,
Papa yang sayang anak-anaknya.
Papa bukan tipe orang yang banyak omong,  tapi kalo sudah cerita bisa asyik berjam-jam, hampir gak pernah marah atau terlihat marah... hehehe... (bohong).
Pernah suatu hari aku dan adik laki-lakiku berkelahi tapi aku tak ingat persis karena apa kami berkelahi. Waktu itu aku masih kelas 6 SD sementara adik kelas 5 SD. Aku dan adikku terpaut hanya satu tahun. Papa pada waktu itu pulang kerja. Sudah jadi kebiasaan Papa jika pulang kerja tidak langsung masuk dirumah tetapi beliau selalu bersantai dulu di garang rumah sambil menikmati cigarete kretek dan kopi hitam kental setengah gelas. Rumah kami pada waktu itu masih panggung kayu. Aku dan adikku bermain kelereng di bawah rumah. Oiya barulah aku ingat keributan kami karena kelereng. Waktu itu kami bertaruh siapa yang bisa membidik dan mengenai kelereng diantara kami maka harus membayar dengan lima buah kelereng. Dewi furtuna sedang berpihak padaku. Walaupun kelereng adikku jauh aku selalu berhasil mengenai kelerengnya dan dia membayar dengan lima buah kelereng dan ini selalu berulang. Aku memang hebat. Sampai akhirnya aku tahu kelereng adikku hanya bersisa tiga buah lagi padahal taruhan kami adalah lima buah. Jadi aku enggan untuk melanjutkannya. Dengan nada tinggi adikku berkata "sekiwit maen menang berenti". Hahaha. 
Aku tidak peduli dan aku tetap tidak mau melanjutkan permainan. Akhirnya adikku lemparkan ketiga buah kelereng sisa yang dimilikinya tersebut dan tepat mengenai kepalaku. Aku marah dan terjadilah perkelahian antara adik dan kakak ciiiattt.... ciaaat....ciiiatt... pergulatan terjadi. Karena aku sudah dibekali dengan bela diri Karate dengan sabuk biru pada waktu itu, tentu aku menang. Dan adikku menangis, menjerit. Papa yang sedang istirahat di Garang mendengar keributan kami dan segera turun menghampiri kami sambil melepaskan ikat pinggang kopelnya.. plak...plak...plak... tiga kali mengenai pantatku. Kebayangkan gimana sakitnya... sakitnya tu disini... hahaha... 
Aku langsung ambil langkah seribu masuk kekamar mandi langsung mandi. Selesai mandi aku lihat melalui cermin dipantatku berbekat tebal tanda merah garis sebesar ikat pinggang kopel Papa.  Oh tidak... perih... tidak lama kemudian adik masuk kamar dan aku langsung berkata "gara-gara kau pantatku jadi cak ini". Dengan santai adik menjawab "sukurlah". hahahaha.
Dan sekarang kusadari melalui ikat pinggang tersebut beliau berpesan bahwa bersaudara haruslah akur, saling mengasihi, kelak jika sudah dewasa dan berumah tangga pasti akan terpisah dan akan saling merindukan semetara jarak dan waktu sulit untuk mempertemukan. Kakak kangen kamu Dik.  

Kenangan aku sama Papa memang singkat... hanya 29 tahun itupun gak full, karena Papa harus menyerah sama penyakit kanker paru stadiun 4 yang sangat aneh dan begitu tiba-tiba yang menggerogoti selama hampir 9 bln. Dipotong masa Bayi dan balita yg gak ngerti apa-apa dan 6 bulan masa pengobatan Papa, mungkin boleh dibilang aku cm punya waktu sekitar 28-29 thn saja. Terlalu singkat tapi  terlalu dalam bagi aku.
Ntah saudara-saudaraku yg lain... tapi walau Papa sudah tak ada... aku selalu merasa Papa ada...
Aku bisa meneteskan air mata setiap kali bicara tentang Papa dan aku selalu rindu Papa. Dalam setiap doaku, setiap kali aku rindu selalu kupanjatkan doa untuk papa, selalu terpanjat doa bagi papa. Ku bermohon "semoga Allah memberikan tempat yang baik di sisiNya, melapangkan kuburnya, menghibur Kesendiriannya, menerima segala kebagusannya, menghapuskan segala kesalahannya, memeihara dan menjaganya dari siksa kubur dan nerakaNya."

Foto kenangan sama Papa? tak banyak..
Suatu fajar yang merupakan titik balik hidupku saat itu, Aku dikagetkan dengan suara HPku yang aku hafal sekali dengan suara nada dering seperti itu adalah telpon dari HP papaku. Tepat sekali, ternyata benar. Pikiranku langsung tertuju pada papa yang ada di RS Muhamaddiya. "kak, cepat kerumah sakit papa kritis" ...tut...tut...tut... telpon terputus. Bergegas aku, dalam waktu kurang lebih 15 menit pun tiba di RS. Adikku langsung memelukku, kulihat mamaku berada disamping papaku sambil membaca yasin. Dan kulihat papa sudah terbujur kaku, kupegang tangannya tak terasa denyut nadinya. Aku tidak yakin, aku tidak percaya, kugoncangkan tubuh papaku dengan linangan air mata yang tak terbendung lagi mengalir deras. Tak ada gerakan, tak ada respon. Barulah aku sadari bahwa papa telah meninggalkan kami. Aku berdosa, aku merasa bersalah, kenapa disaat-saat akhir papaku aku tak berada disinya??? Bahkan mamakupun hampir kecolongan.
Malam itu, waktu pergantian jagaku dengan adikku, karena 2(dua) malam sebelumnya aku yang menjaga papa di RS. Malam-malam sebelumnya tidak ada tanda-tanda bahwa papa akan pergi, bahkan kami suka bercanda. Walau sakit, papa suka bercanda. Dan satu hal, walau dia sakit, papa tetap ingin beribadah. Hari itu aku, istri dan kedua anakku di RS, sekitar jam 11 malam, Aku menyampaikan niatku untuk pulang karna malam ini adik laki-lakiku akan menjaga papa. Sambil kupeluk dan kucium papa " Pa malam ini, Fikri balek dulu bisok malam Fikri nunggu Papa lagi di sini". Papa menjawab " Auu... balekla, Amun pagi ngulang kesini bawakah baju begawi papa, karne besok Pagi papa nak ke kantor". Aku tersenyum dan optimis mendengar kata-kata dari mulut papa itu. Pikiranku papa akan sembuh, dia akan kembali kerja... Aku jawab "Auu kele kubatak kah"(ini bahasa semendo daerahku). Lancang, ternyata itu adalah pesan nya untuk ku, papa ingin memberitahukanku bahwa Allah akan mengambilnya dariku besok pagi. Ternyata benar jam 5:45 atau jam 6 pagian, papa meninggal dunia, jam itu adalah waktu dimana papa sering berangkat ke kantor.
Ohhhh... bodohnya aku, kenapa aku tak berpikir kesana.
Kalau aku tahu, mungkin aku bisa menghalagi Malaikat pencabut nyawa untuk mengambil papaku, kan kututup dan kukunci pintu masuk itu agar DIA tidak mengmbil nyawa papaku. Paling tidak aku ada disamping papaku, membimbing dia sewaktu menghadapi sakaratul maut. Inilah penyesalan ku yang sampai saat ini selalu menjadi penyesalanku, bersalah sekali aku, aku merasa berdosa.
Kulapangkan dadaku, aku menerima ini semua. Aku teringat firman Allah "kullun nafsin zaaikatul maut" setiap mahluk yang bernyawa pasti akan mati.
Aku teringat satu pesannya yg tersimpan dalam ingatanku dan selalu terputar ketika ku ingat dan rindu papa, disela sehatnya " Fik, tekunkanlah lagi beribadah, karna kabah tulah ye akan mendoakan papa, dan membimbing adik-adik untuk mendoakan papa kalau papa la matik".

Aku bangga jika ada saudara yg bilang aku mirip Papa...
Papaku yang ganteng sampai akhir hayatnya... sudah menjadi suami yang baik, saudara yang baik, ayah yang baik, Anak yang baik, teman yang baik. Tak pernah kudengar hal yg buruk tentang Papa dari orang-orang yang mengenalnya... tak heran aku mengidolakan beliau... dan selalu rindu padanya.
Dulu jika main ke rumah teman dan temanku sedang bercengkrama dengan Papanya atau saat di tempat umum ada yang makan bareng Papanya...ngobrol bareng papanya.. terlebih-lebih diwaktu hari raya, mereka yang bisa sujud dengan papanya......aku iiirrrriiiii sekali...

Lahir 15 Oktober 1957 Wafat 10 Juli 2009